Selasa, 09 April 2013

kaulah sutradara nya

Dulu.. Ya, hanya terdiri dari beberapa karakter huruf. Hanya 4. Tak taukah kamu? Meski hanya menyusun 1 kata saja, itu cukup buat aku getir. Knapa? Karena kisah itu. Kisah yang kau beri judul dulu. Dulu yang membahagiakan. Dulu yang penuh tawa , kasih, dan canda. Coba kau putar lagi kisah itu. Lihat. Rasakan. Aku tak pernah menyangka itu adalah kisah yang kau buat sendiri, sebagai sutradara maupun aktor utama. Kau bahkan ajak aku memainkan sebuah peran yang aku tak yakin telah menandatangani kontrak aktris bersama mu. Aku bahkan tak pernah tau kalau ini hanya sandiwara. Karena setiap tatapan mu selalu meyakinkan. Tak ada kepalsuan terpancar di sudut mata mu sekalipun. Puncak kebahagiaan slalu kau pupuk. Kita lewati episode demi eposode bersama. Tentunya tanpa aku sadari ini hanya sebuah sandiwara. Lalu kau di beri tawaran bermain di sebrang lokasi syuting kita. Kau terlihat hebat di sana. Di situ lah aku menyadari bahwa kau memang aktor terbaik. Kau layak dapat award untuk itu. Kau bahkan sangat pantas menyandang sebagai sutradara tersohor. Kau selalu berhasil mengajariku untuk memainkan peran sebaik mungkin. Tersenyum, tertawa, dan segala ekspresi yang begitu alami aku jalankan. Tapi kau sutradara yang gagal kalau aku boleh bilang. Kau lupa bagaimana ekspresi dan apa yang harus aku lakukan ketika kau pergi dan tak bermain melanjutkan episode kita lagi. Aku seperti aktris yang tanpa dialog, tanpa peran lagi di film mu itu. Kau malah sibuk menjalani peran baru mu disana. Dan aku mrasa lelah berada di tempat syuting sendiri. aku putuskan untuk sekedar melihat aksi baru mu. Tatapan itu, canda itu. Bukan kah itu kau tumpahkan pada ku? Aku menyapamu, bak orang hilang ingatan kau sapa balik aku layaknya aku hanya rekan lama mu. Aku mulai menyadarinya. Ya ini semua hanya sandiwara rupanya. Semua yang pernah kita lewati tak berartikah bagimu? kau tau? akar tanaman cinta yang kau pupuk dan kau sirami setiap hari telah menguat? Susah untuk mencabutnya. Kau tak tau Ukiran kesatuan dan keharmonisan yang kau pahat di batang hatiku tak mudah untuk dihapus? Kecuali jika kau mau menambah goresan tuk menutup ukiran itu, yang mana pastinya goresan itu akan sangat menyakitkan. atau selama ini aku hanya membangun sebuah bangunan harapan ku sendiri? Sebuah harapan yang kokoh meski ternyata banyak cacat disana sini. Retak disana sini. Atau slama ini aku melukis di atas kanvas yg salah? Yang ternyata kanvas itu mudah sekali robek. apa mungkin cat yang ku gunakan untuk melukis sosok mu kualitas rendah? Yang begitu mudahnya luntur walau hanya terkena tetesan air mata ku? Jika ini adalah sebuah kisah atau drama, kenapa ini tak seindah kisah2 remaja di televisi kebanyakan? terlalu jauh aku membayangkan akhir episode kita, krn aku tau film kita ini mungkin tak kan pernah berlanjut. Tak ada ujungnya. Karna kau sang sutradara enggan sudah merilis film ini. Aku slalu berharap bhwa perubahan mu ini adalah hanya ilusi ku, hanya mimpi tidurku, yang itu tak nyata. Dan ketika aku terbangun kau masih di dekat ku dengan segala senyum mu. Terkadang aku justru berharap bhwa perubahan mu ini atas dasar lelucon mu tuk sekedar mengerjaiku saja. Dan saat aku mulai menangis, kau menepuk bahu ku dr belakang dengan seringai tawa puas mu. Lalu aku kembali tenang.. Tapi bagaimana jika berkebalikan? Bahwa ternyata semua kebagahagiaan yang kau beri justru mimpi buruk ku? Yang membuatku takut untuk tidur lagi. Bagaimana jika ternyata serangkaian kisah indah yang kita rajut hanya sebuah lelucon bagimu? Hanya sebatas hiburan untuk mu? Entahlah.