Minggu, 25 Mei 2014

Ketika Sang Kalbu Berbicara

Melihat punggung mu saja, memang menjenuhkan.
Bertemu, tak saling menyapa
Betatap, tak saling bicara
Bersebelahan, tak saling berinteraksi
Seakan kita saling tau satu sama lain
Tapi,  nggak. Itu nggak. Aku nggak tau kamu gimana. Kamu nggak tau juga betapa kacau nya aku oleh Perubahan dalam dirimu. Perubahan kita. Saling menjauh, ah tidak, hanya kau yang menjauh, sementara aku tegak berdiri termenung tertinggal di kawasan "masih berharap". Tapi kamu, yang menjauh sambil terus menatapku. Mengapa meninggalkan tapi terus menatap seperti itu? Seakan kau akan menghapiri lagi, tapi dengan langkah menjauh. Mau mu apa?
Saling mendoakan mungkin iya. Aku pasti. Tapi kamu yang mungkin. Dan mungkin itu belum cukup untuk ku.
Berjuta pertanyaan untuk mu
Untuk kita
Beribu pernyataan oleh ku
Tak mampu aku bagi
Tak sanggup aku yang memulai
Memang siapa aku?
Semua perasaan ini, datang dari manakah? Gedhe rumangsa kah?  Ataukah ini peka?
Tak pernah dan tak bisa aku bedakan dua hal yang jelas jelas berbeda itu
Mengapa mata ku slalu berhasil menangkap sosok mu sebagai penenang jiwa?
Apakah kau merasakan hal yang sama?
Jika tidak, jangan tatap aku sekalian, hingga akhirnya aku bisa belajar untuk nyaman tanpa ada kamu.
Jika akhirnya bukan engkau tambatan hati terakhir yang Tuhan berikan kepadaku, tolong perlahan bantu aku keluar dari zona bahagia bersama mu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar